Book Dayat

Semua dimulai waktu hari pertama gue masuk kuliah. Gue juga ngalamin apa yang namanya “semangat” kuliah. Pake baju baru, muka merona – rona, tas berisi full buku catatan dan peralatan tulis. (Aku siap, Aku siap – Spongebob)

Tapi sekarang? Jangan tanya deh. Tas cuman jadi hiasan manis di punggung doang, muka kusam seada – adanya dengan rambut yang lebih mirip sapu ijuk , serta baju yang baunya lebih busuk daripada ketek Tukul Arwana!

Udah cukup curhatnya. Akhirnya, gue nyampe juga dikampus yang tampak seperti bangunan kecil dengan banyaknya manusia(dibaca Tuyul) yang lagi “semangat” nya kuliah sama seperti gue.

Gue jejakin langkah pertama di kampus sambil sesekali mangap – mangap akibat kekurangan oksigen yang dihirup manusia yang tidak berperikenapasan dalam menghirup udara.

Baru beberapa langkah gue berjalan. Dari belakang ada yang manggil gue.

“Hey kelas lo disini”

Gue noleh kebelakang ambil bengong.

“Kita ga sekelas eh ”

Ngangguk – ngangguk

Itu adalah percakapan pertama gue dengan seseorang “setengah”  yang gue temuin dikampus. Gue sih baru nyadar kalo doi itu “setengah” setelah banyak malang – melintang dalam pergelutan kampus. Gue juga beruntung banget waktu ingat dia bilang  “Kita ga sekelas eh L “, kalo sampe gue dan dia sekelas, gue ga bisa bayangin! Gimana bentuk moral gue di kehidupan mendatang.

Gue juga masi inget dulu waktu dia ngerangkul tangan gue, dia ngomong excited banget sama gue. Tapi,  gue cuman bengong diam tanpa kata, memperhatikan setiap detik kata yang keluar dari bibir seksinya. (Bilang romantis gue sumpahin ganteng lo!)

Eniwei, gue belom ngenalin dia ke lo semua. Kenalin nama doi rio (siang), poppy (subuh). Sampai sekarang gue ga bisa ngerti kenapa manusia seberuntung rio yang notabenenya adalah anak orang berada (punya mobil dan gadget yang selalu update dan duid jajan yang kalo dipake anak kos bisa buat 1 bulan tapi bagi rio cuman 1 malam) malah terjerumus kedalam  dunia begitu, yang ga jelas pintu keluarnya dimana. #FreePukPukRio

Akhirnya setelah gue kabur dari genggaman rio, gue nyampe juga di kelas pertama gue. Dalam benak gue ruangan kelas di kampus itu adalah ruangan LEBAAAAAAAAAR ukuran 8 x 8, diisi kursi yang rapi dan dosen manis yang sudah siap menyambut kita dengan senyumannya saat memasuki ruangan.

Fact ?  Gue nyampe  disebuah ruangan yang ga lebih seperti kamar pribadi ukurannya, yang disebut dengan ruang seminar kampus. Dan muka dosen pertama gue, sumpah demi bau keteknya Andrea Pirlo! Ga ada ganteng – gantengnya, lebih mirip seperti Sales Promotion Boy berjenggot.

Sementara kelas lagi berlangsung, rombongan manusia (dibaca Tuyul) yang telat datang berbondong – bondong memasuki kelas. Kondisi ruangan sebenarnya sudah padat merayap ngalah – ngalahin padetnya gedung di Jekardah. Akan tetapi, demi rasa tenggang rasa kepada sesama, maka dibuatlah baris baru.

Diantara banyaknya para manusia (dibaca Tuyul) ini, terlihat sosok manusia yang layak disebut “manusia” sebenarnya dibandingkan dengan yang lainnya. Iya, dia memiliki lusinan helai rambut dibandingkan kami semua. Reflek saja pandangan sinis disertai geraman kecil laksana anjing herder yang sedang kelaperan keluar dari bola mata kami semua.

Pada jaman gue pertama kali kuliah, menemukan seorang mahasiswa baru yang dengan bebasnya bisa kibas – kibasin rambut didepan umum itu hal yang tabu. Oleh karena itu sampai akhirnya kelas bubar tatapan anjing herder kami semua hanya tertuju kepada helaian rambut yang dimilikinya.

Di papan pengumuman kampus, gue dan temen gue bertemu lagi dengan manusia rambut ini, sontak mata herder langsung gue tujukan buat dia. Kalo aja dia ngibasin rambutnya depan gue, gue bakal cabik – cabik semua rambutnya hingga tetes terakhir.

Rupanya temen gue yang daritadi penasaran dengan manusia satu ini akhirnya memberanikan diri buat sok kenal sok dekat.

“Amat, nak szmpe 10 yeaah?”

“Tian kan?” dia jawab

“Iea”

“Lo tinggal dimana ian?”

“Eumm, guwe ngontrags rumah degket zini azzah kuks”

“Gue ngikut kontrakan lo yah, tidur dimana aja ga masalah kok” *pasangmukasedih

Gue diem.

Gue ga habis pikir, cuman orang bodohlah yang ga mempersiapkan dia bakal guling – guling dimana, bercanda gurau ama siapa, numpang buang tokai dimana juga. Mungkin cuman Amat lah orang bodoh yang beruntung tersebut. “Selamat yah mat”.

Setelah pertemuan dengan si bodoh Amat akhirnya rumah kontrakan suram yang tadinya hanya diisi dengan 3 manusia bertambah sesak dengan kehadirannya. Karena kondisi keadaan ruang kamar di kontrakan kami sebelum direnovasi cuman tiga ruangan. Amat rela – relain mau aja tinggal di ruangan atas tanpa beralaskan apapun menemanin para bangsa tikus, kecoa dan semut – semut. Sungguh malang nasibmu mat.

Si bodoh Amat ini adalah tipikal orang sok perfeksionis yang memiliki imajinasi yang tak terbatas. Akan tetapi, karena ketidakterbatasan inilah sehingga menimbulkan sifat pemalas pada dirinya.

Sebagai contoh:

Gue pernah ngingetin Amat buat cuci piring, dari jauh dia bilang beresin dulu yang mau dicuci, sudah beres ?

5 menit kemudian…10 menit kemudian…

Bertahun – tahun setelah dinosaurus punah…

“Mat, ini kok belom dicuci sih”

Hening…

“Mat, woi” *gedor – gedor pintu

“Grooooooookkk.. Groooooooookkk” *Tidur

Gue ngunyah sepatu. !?#!?#!?!#

Dibalik kemalangan hidupnya Amat di kontrakan kami, hanya Amat lah yang sangat lihai memainkan alat musik, gue masi ingat kenangan manis saat gue lagi asiknya sunset on a rooftop. Tiba – tiba pintu rumah digedor dengan tetangga yang bawa garpu tala dan obor. Sejak saat itu gue yang biasa nyanyi dengan suara full power malah nyanyi bagai suara kucing keselek jengkol yang diinjek ekornya.

Selain itu julukan Amat di kontrakan kami adalah si engineer dalam bahasa kasar disebut Tukang. Memperbaiki kamar dia bisa, memperbaiki kipas dia bisa, memperbaiki behel dia pun bisa. Bisa rusak!

Ceritanya dulu waktu kipas temen konslet gara – gara kebanjiran. Amat yang berprofesi sebagai engineer ini unjuk gigi buat memperbaikin kipas. Dengan bermodalkan kaos kutang, obeng dan 1kotak Marlboro, Amat berusaha mengotak – ngatik kipas.

1 menit berlalu…

5 menit berlalu…

“Yes, Selesai” kata Amat sambil loncat – loncat

Karena gue ga yakin, gue bilang “dicoba dulu” , Muka Amat yang seperti orang mabok itu memandang sinis ke gue. Dia berjalan mencari stopkontak buat mencoba hasil eksperimen kipasnya.

“BOOOM!” kemudian asap keluar.

“Waduh, mati lampu” kata Tian

Dari jauh kedengaran suara Ali “Waaaa, gue lagi nyampoo nih,”  selang beberapa saat. “Waaa, mata gue kecolok pepsodent”.

Gue yang daritadi ngerasa bakal ada hal buruk yang terjadi langsung menyadari ini ulah siapa.

“AMAT, apalagi yang lo buat nih!” kata gue

Dengan simplenya Amat ngejawab”hehe, kesalahan teknis”.

“AMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT” Gue teriak.

“ha, knapa lagi?” sahut Amat

“Tuh ada asap di belakang lo!” bilang gue

Lalu Amat lari sekencang – kencangnya loncat ke comberan bekas pipis kucing tetangga. “Ahh, Lega” ucap Amat

Tingkah Amat yang agak – agak autis (padahal autis beneran) didalam rumah berbeda 180^o dengan tingkah Amat di kampus atau diluar rumah. Apabila dirumah kita bisa melihat Amat bebas ngupil. Tetapi Amat ga akan pernah ngupil ataupun melakukan hal bodoh apapun apabila diluar rumah. Dia selalu bilang ke gue, “Malu sama rambut”.

Dirumah gue, Amat beserta temen – temen getol banget yang namanya permainan Uno. Sampe selama permainan apabila ada satu orang yang keceplosan ngomong Uno. Orang beruntung tersebut akan kami cabut bulu matanya. Supaya permainan makin seru, bagi yang selalu menang bisa mendapatkan tidur bareng bersama Sandra Dewi di goa terdekat. (Ini game atau apa sih – entahlah).

Amat yang getol banget main Uno berubah menjadi penonton setia apabila diluar rumah. Dia bakal duduk manis ngeliatin kita yang lagi asik cekikikan main Uno. Gue sendiri yakin, tangan si Amat pasti gatal buat (ngupil) nahan main Uno. Semua gara – gara apa ? yaps. Rambut! Alibinya, rambut gondrong tapi main Uno itu agak gak match. Tapi bagi gue, “Whatever”. Selama gue bisa have fun, kenapa engga. Selama gue masih muda, selama gue belum kawin, have fun itu perlu. #FreePukPukAmat

Entah kenapa setelah rambut gue udah gondrong seperti Amat, bermain Uno juga menjadi hal tabu buat gue. Setiap temen ngajak ngumpul ambil main Uno, gue tolak. Alasannya sama seperti yang Amat bilang “Malu sama rambut”. Mungkin gue kena karma rambut. Dimana suatu saat nanti gue bakal malu sendiri apabila main Uno dengan rambut gondrong. Hal ini selalu jadi pikiran terus buat gue. Demi menghindari agar gue tidak kehilangan teman ngumpul. Gue akhirnya memotong rambut gue. Dan bermain Uno untuk selama lama lama lama lamanya. Sedangkan Amat sampai tulisan ini selesai ditulis. Masih menahan egonya untuk main Uno dan bersikap natural di depan umum. #FreePukPukbuatAmat

“Bersikap apaadanya dan menerima kenyataan adalah sikap yang sempurna – AW”